Apa Salahnya Calon Sampaikan Program Tak Sesuai Visi Misi…?
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta menyatakan program bantuan Rp 1 miliar untuk tiap RW per tahun yang diusung oleh pasangan calon gubernur-wakil gubernur DKI Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, sebagai dugaan pelanggaran administrasi.
Sebab, program tersebut tidak tercantum dalam visi misi yang disampaikan oleh Agus-Sylvi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil memandang hal itu tidak relevan dikategorikan sebagai pelanggaran.
“Apakah bentuk pelanggaran administrasi hanya karena tidak memasukkan (program itu) ke dalam visi misi? Oh, berarti semua calon kepala daerah kena dong. Kan enggak semua yang disampaikan calon saat kampanye itu ada di visi misi,” kata Fadli, kepada Kompas.com, Jumat (9/12/2016).
Bawaslu, kata dia, untuk menentukan jenis pelanggaran harus dapat mengetahui bentuk pelanggarannya. Apakah bentuk pelanggaran tersebut melanggar ketentuan yang berlaku atau tidak.
Contohnya, larangan melakukan kampanye di luar jadwal, menjanjikan uang, mengintimidasi pemilih, dan lain-lain.
“Nah untuk menentukan jenis pelanggaran harus clear dulu bentuk pelanggarannya. Kalau hanya pelanggaran administrasi dan bentuk pelanggarannya karena janji yang disampaikan tidak tercantum dalam visi misi, apa salahnya? Kan kemudian pasangan calon boleh saja melakukan improvisasi terhadap kebutuhan masyarakat yang kemudian ditanyakan ke pihak yang bersangkutan, tapi dia tidak menyampaikan itu dalam visi misi. Konyol juga menurut saya,” kata Fadli.
Dia mengatakan, sesuai UU Pilkada, Bawaslu berwenang untuk menyimpulkan apakah sebuah tindakan termasuk pelanggaran atau bukan. Kemudian KPU-lah yang akan memberi sanksi.
Dalam hal ini, KPU DKI Jakarta sudah bersurat dan memanggil tim pasangan Agus-Sylvi. Setelah dijelaskan oleh tim pemenangan, program bantuan Rp 1 miliar tiap RW tersebut merupakan hasil elaborasi visi misi yang disampaikan Agus-Sylvi kepada KPU DKI Jakarta. Sehingga mereka masih bisa menyampaikan program itu ketika berkampanye.
“Kalau dilihat di UU Pilkada, kalau sudah disimpulkan pelanggaran administrasi oleh Bawaslu ya KPU hanya tinggal menindaklanjuti saja, enggak boleh KPU menganulir keputusan Bawaslu,” kata Fadli.
“Justru lebih aneh lagi. Memang apa salahnya seorang calon pejabat publik menyampaikan sesuatu terhadap kebutuhan warganya dan tidak dilampirkan ke dalam visi misi? Tidak relevan menurut saya dikategorikan sebagai pelanggaran,” kata Fadli.
Sesuai Visi Misi…?
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta menyatakan program bantuan Rp 1 miliar untuk tiap RW per tahun yang diusung oleh pasangan calon gubernur-wakil gubernur DKI Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni, sebagai dugaan pelanggaran administrasi.
Sebab, program tersebut tidak tercantum dalam visi misi yang disampaikan oleh Agus-Sylvi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil memandang hal itu tidak relevan dikategorikan sebagai pelanggaran.
“Apakah bentuk pelanggaran administrasi hanya karena tidak memasukkan (program itu) ke dalam visi misi? Oh, berarti semua calon kepala daerah kena dong. Kan enggak semua yang disampaikan calon saat kampanye itu ada di visi misi,” kata Fadli, kepada Kompas.com, Jumat (9/12/2016).
Bawaslu, kata dia, untuk menentukan jenis pelanggaran harus dapat mengetahui bentuk pelanggarannya. Apakah bentuk pelanggaran tersebut melanggar ketentuan yang berlaku atau tidak.
Contohnya, larangan melakukan kampanye di luar jadwal, menjanjikan uang, mengintimidasi pemilih, dan lain-lain.
“Nah untuk menentukan jenis pelanggaran harus clear dulu bentuk pelanggarannya. Kalau hanya pelanggaran administrasi dan bentuk pelanggarannya karena janji yang disampaikan tidak tercantum dalam visi misi, apa salahnya? Kan kemudian pasangan calon boleh saja melakukan improvisasi terhadap kebutuhan masyarakat yang kemudian ditanyakan ke pihak yang bersangkutan, tapi dia tidak menyampaikan itu dalam visi misi. Konyol juga menurut saya,” kata Fadli.
Dia mengatakan, sesuai UU Pilkada, Bawaslu berwenang untuk menyimpulkan apakah sebuah tindakan termasuk pelanggaran atau bukan. Kemudian KPU-lah yang akan memberi sanksi.
Dalam hal ini, KPU DKI Jakarta sudah bersurat dan memanggil tim pasangan Agus-Sylvi. Setelah dijelaskan oleh tim pemenangan, program bantuan Rp 1 miliar tiap RW tersebut merupakan hasil elaborasi visi misi yang disampaikan Agus-Sylvi kepada KPU DKI Jakarta. Sehingga mereka masih bisa menyampaikan program itu ketika berkampanye.
“Kalau dilihat di UU Pilkada, kalau sudah disimpulkan pelanggaran administrasi oleh Bawaslu ya KPU hanya tinggal menindaklanjuti saja, enggak boleh KPU menganulir keputusan Bawaslu,” kata Fadli.
“Justru lebih aneh lagi. Memang apa salahnya seorang calon pejabat publik menyampaikan sesuatu terhadap kebutuhan warganya dan tidak dilampirkan ke dalam visi misi? Tidak relevan menurut saya dikategorikan sebagai pelanggaran,” kata Fadli.