Penegak Hukum Belum Optimal Berantas Korupsi
MAKASSAR – Hari Anti Korupsi Internasional, kembali diperingati, pada Jumat (9/12/16) hari ini. Namun, masih banyak kasus korupsi yang ditangani penegak hukum baik dari kepolisian maupun kejaksaan, belum terselesaikan alias mandek.
Dari data kasus korupsi mandek yang dihimpun oleh lembaga Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, ada seratusan lebih kasus mandek. Kasus korupsi tersebut, tersebar di Kejaksaan Tinggi Sulsel, Polda Sulsel serta Kejaksaan Negeri se-sulsel.
Menurut Wakil Direktur ACC Sulawesi, Abd Kadir, potret ini menggambarkan ke publik bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak menjadi agenda prioritas kejaksaan dan kepolisian. Data yang dihimpun ACC kata Kadir, ada seratusan korupsi mandek ditangan kedua penegak itu.
“Di Polda misalnya, ada beberapa kasus korupsi yang hingga saat ini belum jelas penanganannya. Seperti Hanggar Bandara. Kalau di Kejati seperti kasus Korupsi Lab Dinas Pendidikan di Wajo dan lainnya, ” ucap Kadir, Kamis (8/12/16).
Penanganan kasus korupsi yang saat ini jadi sorotan publik adalah penghentian tiga kasus korupsi di Kejari Parepare. Ini membuktikan, penanganan kasus korupsi di penegakan hukum tersebut masih tumpul dan belum optimal. Mandeknya kasus korupsi karena banyaknya jaksa dan polisi nakal yang menerima suap dan melakukan pemerasan. Tentunya, hal itu merupakan cerminan buruk dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Jadi, ada banyak modus dalam mandeknya kasus korupsi. Kasus korupsi dijadikan sebagai ATM oleh aparat penegak hukum dan hal ini sudah menjadi rahasia umum. Ada juga modus menerima laporan kasus, tetapi tidak ditindaklanjuti secara serius, ” cetusnya.
Kasus itu kata Kadir, sengaja didiamkan bertahun-tahun dan stagnan ditingkatan penyelidikan. Setelah itu dihentikan tanpa menaikkan status ke penyidikan. Meskipun kata dia, ada bukti kuat yang ditemukan.
Modus lainnya, lanjut dia, ialah menaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan. Namun, tidak ada tersangka yang ditetapkan.
Berkas perkara yang bolak-balik antara kepolisian dan kejaksaan tanpa ada kejelasan. “Kemudian tindak lanjutnya menjadikan kasus korupsi sebagai alat transaksional. Modusnya dengan alasan menunggu saksi ahli dan lainnya,” terang Kadir. (jar/R)