Politik

Kenang Taufik di Konser Berjuang Hingga Akhir di Kota Bandung

BANDUNG – Hubungan orang yang masih hidup dan telah meninggal ternyata tidak benar-benar terputus. Hubungan keduanya bisa terus berlangsung melalui azas kebermanfaatan. Orang yang masih hidup bisa memberi manfaat kepada orang yang telah meninggal melalui doa. Sebaliknya, mereka yang telah meninggal bisa memberi manfaat kepada orang hidup melalui karya kebaikan yang ditinggalkannya. Hal tersebut disampaikan Anis Matta ketika menghadiri acara Konser Spesial bertema “Berjuang Hingga Akhir”, pada Sabtu (22/4/2017), di GOR Bikasoga, Bandung.

“Kita hadir di sini untuk mengenang kembali makna yang menyatukan kita sebagai orang hidup dan mereka sebagai orang yang telah mati. Makna yang terus-menerus membuat kita tersambung. Makna yang membuat mereka terus-menerus merasakan manfaat kita sebagai orang hidup, dan makna yang terus-menerus kita rasakan bahwa mereka yang telah pergi masih meninggalkan manfaat bagi kita,” ujar Anis.

Taufik Ridlo, menurut Anis, semasa hidupnya telah menghasilkan karya yang berguna untuk banyak orang. Karya-karya itu masih bisa dirasakan hingga hari ini. Misalnya, di bidang ilmu ekonomi, Taufik mendirikan Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI. Taufik juga mengobarkan semangat masyarakat melalui nasyid yang dibawakannya bersama Shoutul Harokah. Dan saat menjadi ketua DPW PKS Jawa Barat, atas izin Allah, Taufik turut mengantarkan Ahmad Heryawan ke kursi gubernur Jawa Barat.

Menurut Anis, sederetan karya yang diukir Taufik menunjukkan bahwa sahabatnya itu merupakan orang yang memiliki banyak talenta. Padahal, mengelola talenta yang banyak merupakan tantangan tersendiri. Orang-orang multitalenta bisa kesulitan menentukan fokus hidupnya.

“Tapi, jika kita lihat, beliau bisa punya peninggalan di setiap satu jenis bakat yang beliau punya. Di bidang akademik, di bidang seni, dakwah, kepemimpinan, tarbiyah, dan seterusnya, beliau bisa melakukan itu. Saya sekarang mengerti mengapa namanya Muhammad Taufik Ridho, (karena) dia bisa memadukan semua kehendaknya dengan kehendak Allah,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Anis mengibaratkan Taufik sebagai emas yang dimiliki masyarakat. Dan “ke-emas-an” Taufik kian kilap setelah kepergiannya.

“Saat orang sudah meninggal, barulah kita mengerti apakah orang itu emas atau bukan. Di saat orang hidup, kadang-kadang ada bias. Karena ada orang yang mengkilap, tapi bukan emas. Dan ada emas, tapi tidak muncul. Tapi yang pasti, tidak semua yang mengkilap itu adalah emas. Setelah beliau pergi, sekarang kita mengerti, beliau adalah satu emas yang dimiliki oleh harokah ini. (Beliau adalah emas) tanpa perlu terlalu banyak bicara. Karena, yang bicara pada akhirnya adalah kontribusi beliau sendiri,” pungkas Anis.  (pks/R)